CSR & GCG
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perusahaan adalah sebuah unit kegiatan produksi yang mengelola sumber-sumber ekonomi untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dan agar dapat memuaskan kebutuhan masyarakat.
Akhir-akhir ini kerapkali terjadi kecelakaan dan musibah yg disebabkan oleh kalangan industri, sehingga menimbulkan stigma industrial di kalangan masyarakat. Sebagai contoh adalah mengenai kasus lumpur panas Porong,-memang hal ini lebih dikarenakan faktor teknis dan human error- yang telah menjadi trigger untuk kembali menyerukan tanggung jawab kalangan pebisnis terhadap lingkungan sekitranya. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan perlunya kesadaran terhadap CSR ( Corporate Social Responsibility ) demi tercapainya sebuah keseimbangan dunia usaha antara pelaku dan masyarakt sekitar.
Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan saat ini telah menjadi konsep yang kerap kita dengar, walau definisinya sendiri masih menjadi perdebatan di antara para praktisi maupun akademisi. Sebagai sebuah konsep yang berasal dari luar, tantangan utamanya memang adalah memberikan pemaknaan yang sesuai dengan konteks Indonesia.
Semenjak keruntuhan rezim diktatoriat Orde Baru, masyarakt semaikn berani untuk beraspirasi dan mengekspresikan tuntutanny terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Masyarakt telah semakin kritis dan mampu melakukan filterisasi terhadap dunia usaha yg tengah berkembang di tengah masyarakt ini. Hal ini menuntut para pelaku bisnis utk menjalankan usahany dengan semakin bertanggungjawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut utk memperoleh capital gain atau profit dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta utk memberikan kontribusi-baik materiil maupun spirituil- kepada masyarakat dan pemerintah.
PEMBAHASAN
1. Corporate Social Responsibility(CSR).
CSR atau Corporate Social Responsibility adalah merupakan sebuah tanggung jawab sosial dari sebuah Perusahaan terhadap lingkungannya khususnya ditempat mereka melakukan kegiatan usahanya, dan hal ini sudah merupakan sebuah ethika bisnis , sehingga sebuah Perusahaan yang ingin melakukan kegiatan usahanya secara berkesinambungan, harus mau dan mampu melakukan program program CSR dengan sebaik baiknya.
Di Indonesia Corporate Social Responsibility (CSR), sepuluh tahun terakhir ini telah menjadi salah satu isyu sosial maupun isyu pembangunan, yang menggilitik begitu banyak pihak Indonesia. Begitu seksinya kemudian isu ini, sehingga kemudian negara memutuskan untuk mengaturnya melalui UU No. 40 mengenai Perseroan Terbatas pada tahun 2007. Isu Corporate sosial responsibility yang dinegasikan oleh negara melalui undang-undang tersebut, lebih difokuskan kepada kewajiban perusahaan untuk melaksankan Tanggung Jawab sosial dan Lingkungan (TSL). Kewajiban yang dilandasai aturan perundangan tersebut, tentu saja mengagetkan banyak pihak, terutama perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam ataupun kegiatannya terkait dengan sumberdaya alam. Karena merekalah adalah obyek utama dari diberlakukannya aturan aturan tersebut. Sehingga bagi perusahaan-perusahaan tersebut, UU tersebut dirasakan diskriminatif. Di lain pihak, disebagian para praktisi, analis, ataupun pemikir CSR di Indonesia, beranggapan bahwa telah terjadi reduksi makna dari CSR yang dikerdilkan hanya dalam konteks sosial dan lingkungan saja, karena dalam pandangan mereka CSR juga berbicara mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Etika, Tata Kelola, dan komitmen pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Di sisi lain, banyk pula yang bergembira dengan diwajibakannya CSR melalui Undang-Undang, melihat hal tersebut sebagai sebuah peluang bisnis baru (karena saat ini banyak jasa konsultasi CSR yang mulai bermunculan), dan juga hal ini membahagian bagi perusahaan-perusahaan yang merasa bahwa bidang usahanya tidak terkena kewajiban untuk melakukan CSR.
CSR pada dasarnya memuiliki kerinduan yg sama; ingin menjalankan bisnis dengan lebih bermartabat, dgn konsekuensi akan mengurangi profit. Pengusaha seharusnya menjalankan bisnis tidak semata untuk profitability melainkan lebih dari itu, sustainability. Nah, `kesadaran utk menjalankan bisnis bukan sekedar utk mencari profit semata, masih minim dimiliki oleh sebagian pelalku bisnis di Indonesia. Padahal, justru faktor kesinambungan tadi yg sangat menetukan masa depan sebuah usaha..Masalahnya semakin rumit ketika tetap saja para pelaku dan investor berpijak pada stereotipe bahwa CSR tidak profitable, tidak berdampak langsung terhadap peningkatan pendapatan perusahaan. Mereka cenderung ingin yang instan, langsung mendapat profit besar, tanpa peduli terhadap masalah2 eksternal perusahaan. Selain itu, investor juga terlalu menginginkan realisasi investasi mereka utk sektor riil-dalam artian benar-benar berdampak langsung terhadp peningkatan pendapatan-. Padahal, CSR memiliki dimensi yg jauh lebih rumit dan kompleks dari sekedar analisis rug-laba. Pengenalan terhadaap budaya setempat atau analisis terhadap need assesment semestinya menjadi hal krusial yang mesti dilakukan. Poin inilah yang terkadang menyebabkan crash kepentingan, sehingga dunia usaha terkadang merasa program CSR bukanlah kompetisi mereka. Paradigma mengenai kontribusi pajak perusahaan terhadap negara semakin menambah runyam masalah ini. Ada beberapa kalangan yang menilai jika masalah sosial hanya merupakan tanggungjawab negara saja, dunia usaha cukup membayar pajak utk memberikan kontribusi terhadap masyarakt. Pemikiran ini sudah tidak relevan, justru perusahaan yang akan memenagkan kompetisi global adalah perusahaan yang memiliki kemampuan public relation yang baik, salah satunya dapat dicapai dgn mencangkn program CSR yang terintegrasi sebgai standar kebijakan dan strategi bisnis mereka. Lagipula, dengan adanya anggapan bahwa dunia usaha merupakan bagian yang terintegrasi dalam masyarakat, sudah sepatutnya jika dunia usaha berkewajiban untuk membantu menyelesaikan masalah sosial yang ada dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, semestinya dunia usaha tidak mengganggap CSR sebagai kewajiban yang memaksa, sebagai refleksi dari tuntutan masyarakat terhadap dunia usaha yang jika tidak dilakukan akan berdampak adanya anarkisme, vandalisme, maupun bentuk2 kegiatan represif dari masyarakat. Sebaliknya, dunia usaha harus menjadikan program CSR sebagai kebutuhan, yang jika tidak dilakukan akan mempengaruhi kinerja perusahaan.
2. Good Corporate Governance (GCG)
Corporate governance sudah menjadi isu penting global. Kemajuan praktek-praktek Corporate governance dikenal secara luas sebagai salah satu elemen penting dalam memperkuat pondasi untuk kinerja jangka panjang dari suatu negara dan korporasi. Dalam bisnis, para investor akan membayar sejumlah premium yang besar untuk perusahaan-perusahaan yang well-governed. Indonesia sebagai salah satu negara dengan kekuatan baru perlu untuk mengimplementasikan Good Corporate Governance (GCG) untuk menanggulangi kesulitan-kesulitan dalam ekonomi global. Tujuan utama dalam penelitian empiris ini adalah untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh pengungkapan pelaksanaan GCG pada perusahaan-perusahaan di Indonesia yang listing di Bursa Efek Jakarta terhadap kinerja perusahaan diukur dengan Parameter Tobin’s Q. Penelitian ini termasuk penelitian survei empiris yang menggunakan data sekunder dari The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) yang dimuat dalam Majalah SWAsembada serta data kinerja keuangan dari ICMD tahun 2005. Sampel penelitian adalah 28 perusahaan di BEJ. Pemilihan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik analisis data menggunakan regresi linier berganda dan pengujian hipotesis dengan uji t dan uji F asumsi klasik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial variabel ROA berpengaruh positif signifikan terhadap nilai pasar sementara variabel Good Corporate Governance, ukuran perusahaan, dan umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan.Hasil pengujian F secara simultan bahwa hipotesis yang diajukan telah terbukti kebenarannya, yaitu bahwa penerapan GCG yang didukung oleh profitabilitas, ukuran perusahaan, dan umur perusahaan berpengaruh terhadap nilai pasar.
Secara umum istilah good corporate governance merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari "nilai-nilai" yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition). Tim GCG BPKP mendefinisikan GCG dari segi soft definition yang mudah dicerna, sekalipun orang awam, yaitu: komitmen, aturan main, serta praktik penyelenggaraan bisnis secara sehat dan beretika.
Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara, menekankan kewajiban bagi BUMN untuk menerapkan GCG secara konsisten dan atau menjadikan prinsip-prinsip GCG sebagai landasan operasionalnya, yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, dan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.
Good corporate governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparans terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder (YPPMI & SC, 2002). Atau secara singkat, ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep GCG ini, yaitu fairness, transparancy, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip GCG secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan (Beasly et al., 1996). Chtourou et al. (2001) juga mencatat prinsip GCG yang diterapkan dengan konsisten dapat menjadi penghambat (constrain) aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
Prinsip-prinsip GCG
Transparansi , yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. | |
Kemandirian, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional, tanpa benturan kepentingan dan pengaruh / tekanan dari manapun yang tidak sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. | |
Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi , pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan secara efektif. | |
Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. | |
Kewajaran ( fairness) , yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan perundangan yang berlaku. |
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsip-prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:
1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang undangan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law enforcement).
2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha.
3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol sosial (social control) secara obyektif dan bertanggung jawab atas Pedoman Pokok Pelaksanaan.
Tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan organisasi perusahaan guna memberikan nilai tambah kepadashareholders secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya berlandaskan peratutan perundang-undangan dan norma yang berlaku.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa CGG merupakan
- Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran Dewan Komisaris, Direksi, RUPS, dan para stakeholders lainnya.
- Suatu sistem check and balances encakup perimbangan kewenangan atas pengebndalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang : pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
- Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, dan pengukuran kinerja.
Arif Budimanta, 2010, http://www.megawati-institute.org. Di Akses pada Tanggal 25 Maret 2010
Anonim, 2010, http://www.bpkp.go.id/?idunit=21&idpage=326. Di Akses Pada tanggal 27 Maret 2010
Anonim, 2010, http://yesalover.wordpress.com/2007/03/10/csr-antara-tuntutan-dan-kebutuhan. Diakses Pada Tanggal 29 Maret 2010
Anonim 2010. http://www.pusri.co.id/gcg/. Di Akses Pada tanggal 29 maret 2010
Anonim, 2010, http://www.pln.co.id/csr. Diakses pada tanggal 29 Maret 2010
Anonim, 2010. http://www.csrindonesia.com. Diakses pada tanggal 26 maret 2010
Anonim, 2010. http://www.ptpn-11.com/?page_id=56. Di Akses PAda Tanggal 28 Maret 2010
Anonim, 2010. http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/sistem-komputer/pedoman-umum-good-corporate-governance. Di Akses Pada Tanggal 29 Maret 2010
Anonim 2010. http://etd.eprints.ums.ac.id/1410/. Di Akses Pada tanggal 29 Maret 2010
Sulistyanto S. http://researchengines.com/hsulistyanto3.html. Di Akses pada tanggal 29 Maret 2010.
0 komentar:
Post a Comment