MEMUTUS MATA RANTAI UTANG LUAR NEGRI DARI IMF
MEMUTUS MATA RANTAI UTANG LUAR NEGRI DARI IMF
Dana Moneter Internasional (IMF) mendukung rencana utang luar negri Indonesia senilai 2,1 milyar dollar AS. Perlu diketahui bahwa tahun ini pemerintah RI harus membayar utang luar negri sebesar 2,1 milyar dollar AS kepada negara-negara donor, karena telah jatuh tempo. Namun kondisi perekonomian dalam negri yang belum pulih dari terpaan krisis ekonomi menyebabkan pemerintah RI meminta penjadwalan utang luar negri yang jatuh tempo pada tahun ini. Dan permintaan untuk penjadwalan kembali utang luar negri ini akan menjadi agenda pertemuan dengan negara-negara donor dalam Paris Club II yang berlangsung pada tanggal 12-13 April ini di paris, perancis (lihat Kompas, 11/04/2000).
Sejumlah negara donor menyatakan keberatannya dalam menjadwalkan kembali utang luar negri Indonesia karena mereka menilai indonesia tidak mampu menepati butir-butir Letter of Intent (Lol) yang dibuat antara pemerintah RI dan IMF pada akhir Januari lalu. Inilah yang kemudian memicu sikap IMF yang menunda pencarian dananya sebesar 400 juta dollar AS serta memutuskan untuk mengirim tim peninjau ulangnya ke Jakarta pada paruh ke dua bulan April ini. Ancaman IMF ini membuat pemerintah RI yang sudah kecanduan dengan utang luar negri seperti kebakaran jenggot, sampai-sampai Gus Dur menyatakan kekecewaannya pada kinerja menteri-menterinya yang berhubungan langsung dengan ekonomi.
Masalahnya adalah sampai kapan kita terjerat dalam kubangan utang luar negri yang dibuat oleh IMF, dan bagaimana caranya kaum muslimin dapat melepaskan diri dari perangkap utang luar negri ?.
Fakta Utang Luar Negri
Permintaan pemerintah RI untuk menjadwalkan kembali utang luar negrinya mengingatkan kita pada kenyataan akan besarnya utang luar negri RI dan bahayanya yang besar bagi kondisi ekonomi secara keseluruhan. Akumulasi utang luar negri Indonesia saat ini sudah mencapai angka fantastis 150 milyar dollar AS. Jika utang ini dibagi-bagi kepada setiap penduduk Indonesia, maka setiap orang termasuk bayi yang baru lahir akan menanggung utang luar negri sebesar U$ 750 dollar (setara dengan) Rp. 5.625.000 bila kurs 1 dollar = Rp 7.500). Jumlah yang jauh lebih tinggi dibandingkan pendapatan perkapita penduduk (GNP) Indonesia dalam setahun.
Kalau utang luar negri itu hanya sekedar pelengkap malah dalam APBN tahun 2000 yang disusun pemerintahan Gus Dur sengaja tidak dicantumkan dalam pemasukan, lalu mengapa selama hampir 35 tahun terakhir ini pemerintah selalu mencari pinjaman ke negara-negara donor, baik itu yang tergabung dalam CGI, IMF, maupun Bank Dunia ?. Dan mengapa setiap tahunnya jumlah utang luar negri Indonesia secara akumulatif makin meningkat ?. Malah untuk membayar bunganya saja sudah jauh lebih besar dari jumlah utangnya setiap tahun. Hal itu terlihat dari APBN tahun 2000,dimana pemerintahan Gus Dur harus membayar beban bunga utang sebesar Rp. 58,5 trilyun (termasuk bunga rekapitalisasi perbankan).
Jika demikian bukankah utang luar negeri itu sudah menjadi beban yang tidak mampu dipikul lagi oleh pemerintah Indonesia, dan itu terlihat dari permintaan penjadwalan utang luar negri yang jatuh tempo tahun ini meski Cuma sebesar U$ 2,1 milyar dollar. Padahal jumlah utang luar negri kita sekitar U$ 150 milyar dollar. Lalu siapa yang terbebani untuk membayar utang yang sedemikian besarnya itu ?. Tidak lain kembali kepada rakyat yang notabene adalah kaum muslimin. Buktinya pos penerimaan dari sektor pajak yang tentu hakikatnya dibayar oleh masyarakat dalam APBN tahun 2000 nilainya mencapai Rp. 97,78 trilyun dari keseluruhan nilai penerimaan APBN sebesar Rp. 137,69 trilyun, atau lebih dari 70% penerimaan anggaran belanja negara diperoleh dari pajak. Dan obyek pajak adalah rakyat !.
Lebih celaka lagi bila kita tidak memiliki solusi praktis untuk keluar dari jeratan utang luar negri yang dipasang oleh negara-negara Barat melalui IMF. IMF lah yang menuntut pemerintah untuk memotong subsidi atas BBM, Listrik, PDAM, dll yang nyata-nyata amat dibutuhkan rakyat. IMF pula yang menentukan program rekapitalisasi perbankan yang menghabiskan uang ratusan trilyun rupiah hanya untuk lembaga-lembaga keuangan, bukan untuk rakyat. IMF juga berperan aktif dalam deregulasi ekonomi dan perdagangan, privatisasi BUMN yang mengakibatkan jatuhnya perusahaan-perusahaan publik yang dimiliki oleh pemerintah ke tangan asing. Belum lagi desakan IMF yang tidak setuju dengan sistem nilai tukar rupiah dengan mata uang asing yang di-peg-kan (dipatok pada nilai tukar tertentu) maupun mengambang terkendali, yang menyebabkan hancurnya rupiah dihadapan mata uang asing. Setelah kita mengalami sendiri bencana ekonomi yang amat parah karena resep-resep yang kita telan begitu saja dari IMF, Bank Dunia dan lembaga keuangan Internasional lainnya, maka masuhkah kita percaya pada lembaga-lembaga keuangan tersebut ? tidakkah ummat ini menyadari besarnya bahaya utang luar negri yang sengaja dipasang untuk menjerat secara perlahan-lahan kaum muslimin ?.
Rekayasa Negara-negara Kafir melalui IMF
Sesungguhnya, setiap orang yang melihat dan memperhatikan fakta utang luar negri, paling tidak terdapat empat bahaya besar yang jelas-jelas tampak, antara lain :
- Utang yang diberikan negara-negara kafir Kapitalis kepada negeri-negeri miskin termasuk diantaranya adalah negeri-negeri kaum muslimin seperti Indonesia pada hakekatnya adalah salah satu cara yang ditempuh mereka untuk menjajah secara ekonomi negara-negara pengutang yang memiliki sumber alam melimpah.
- Sebelum utang diberikan, negara-negara donor yang Kapitalistis itu memberikan syarat-syarat berat terhadap negara-negara pengutang untuk mengetahui kapasitas dan kapabilitas negara pengutang dengan cara mengirimkan pakar-pakar ekonominya untuk memata-matai rahasia kekuatan/kelemahan ekonomi negara tersebut, dengan dalih bantuan konsultan teknis, atau review program. Bahkan team IMF yang berunding dengan pemerintah Indonesia beberapa hari lalu mengintervensi jauh hingga sanggup mwenentukan jadwal pelantikan Dirjen. Dan itu terlihat dalam tirne schedule yang di perbaharui untuk merealisasikan Lol yang tidak dapat dipenuhi targetnya hingga akhir maret lalu.
- Utang luar negri yang diberikan pada dasarnya merupakan senjata politik negara-negara kapitalis Kafir yang dipimpin oleh AS terhadap negeri-negeri kaum muslimin untuk memaksakan kebijakan politik dan ekonominya atas kaum muslimin. Disini terlihat jelas bahwa tujuan mereka memberikan utang bukanlah membantu negara lain, akan tetapi untuk mencapai kemaslahatan, kepentingan dan keuntungan mereka sendiri. Mereka telah menjadikan negara-negara pengutang sebagai lahan subur tempat mereka bercocok tanam. Sementara kita sebagai pemilik lahan itu, malah menjadi petani penggarap yang diupah amat rendah, itupun degan dicicil.
- Utang luar negri sebenarnya amat melemahkan dan membahayakan negara pengutang, terutama utang-utang berjangka yang dibayar oleh kita kepada mereka itu dalam bentuk dollar. Jatuhnya nilai kurs rupiah terhadap mata uang asing ini mengakibatkan beban pembayaran utang makin berat, karena terdepresiasinya rupiah terhadap dollar. Dengan kata lain, meski kita tahu ini tidakberutangpun, beban utang yang harus dibayar semakin besar bukan saja karena bunga utang namun terpuruknya nilai mata uang negara pngutang terhadap nilai mata uang asing.
Berdasarkan kenyataan ini jelaslah bahaya tersembunyi yang ada di balik ketergantungan Indonesia terhadap utang luar negri. AS dalam hal ini yang mengendalikan lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia dengan amat mudah dapat menghancurkan perekonomian negeri-negeri kaum muslimin. Selanjutnya memaksakan kepentingan politik dan ekonominya terhadap negeri-negeri kaum muslimin. Bagi mereka amatlah mudah menundukkan penguasa-penguasa yang ada di negri muslimin, yang selama ini telah bertindak zhalim atas kaum muslimin, lalu meletakkannya sebagai penjaga- penjaga setia bagi kepentingan negara-negara kafir Kapitalis itu, meski dengan menelantarkan dan membinasakan kaum muslimin. Jika penjaga-penjaga setia mereka membangkang keiginan negara-negara kafir itu, maka mereka akan menggantikannya secara paksa dengan berbagai cara. Tidakkah kita melihat kasus lengsernya Soeharto, sesaat setelah IMF dan Bank Dunia membangkrutkan Indonesia lewat krisis moneter yang memaksa Soeharto mundur ?!.
0 komentar:
Post a Comment