Cuplikan Wawancara Rhoma Irama Di Mata Najwa

Berikut ini adalah Cuplikan Wawancara Rhoma Irama Di Mata Najwa
  • Tentang Subsidi BBM: Apakah anda setuju soal subsidi BBM, atau sebaiknya dikurangi secara bertahap?
    Rhoma: “Secara spesifik saya bukan ahli di bidang minyak …”
  • Najwa: “Saya tidak bertanya secara spesifik, tetapi lebih pada apakah mendukungpolicy seperti itu? Dengan konsekuensi semakin memberatkan anggaran. Yang umum-umum saja, jawabnya.”
    Rhoma: “Juga, saya tidak dalam kapasitas untuk menjawab hal itu. Saya bukan ahli perminyakan. Bahwa seorang presiden bukan harus menjadi Superman untuk mengerti segala hal.”
  • Najwa: “Maka itu, saya tidak meminta anda menjelaskan dengan angka-angka. Yang umum saja, yang global saja.”
    Rhoma pun menjawabnya soal orientasi kepada kemakmuran rakyat, segala hal bisa dilakukan.
  • Tentang APBN: Sebagai seorang presiden anda harus mampu mengelola keuangan negara secara sehat. Menurut anda, bagaimana itu mengelola APBN secara sehat?
    Rhoma menjawabnya dengan menyebutkan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 sebagai sumber pemikirannya, untuk diimplementasi selanjutnya dengan cara yang berbeda untuk setiap hal.
  • Najwa: “Dalam konteks APBN, mengelola keuangan, apakah dalam porsi sekarang, 80 persen lebih banyak digunakan untuk belanja rutin: subsidi, gaji pegawai, biaya operasional. Sedangkan biaya modal hanya 10 persen Apakah itu ideal?”
    Dengan gugup Rhoma berkata, “Eee…ee… Saya belum bicara soal itu, ya …”
  • Najwa: “Anda tidak melihat bahwa hal-hal ini penting diketahui, apabila kita benar-benar berniat membenahi negeri ini?”
    Rhoma “Begini, begini, kita ‘kan baru dalam tahapan wacana capres. Belum sampai ke capres. Ada tahapan-tahapannya. Nanti pada tahapan itu baru kami mendalaminya secara detail dari pada persoalan-persoalan bangsa ini.”
  • Najwa mengejarnya, “Tapi, tadi, bukan detail, dong, pertanyaan saya. Itu masih sesuatu yang sangat umum.”
    Rhoma kembali bicara soal UUD 1945. Semua itu berpatokan pada UUD 1945, katanya.
  • Najwa : Tentang Keputusan MK yang membubarkan BP Migas: Apakah itu keputusan yang tepat?Rhoma: “Mmmmm … saya belum bisa menilai itu secara kongkrit. Karena saya belum mendalami itu secara serius ….”
Hati-hati bicara dengan Najwa Shihab, Karena setiap perkataan yang keluar dari mulutmu bisa dijadikan bumerang untuk “ menghantam” balik anda!

  • Najwa: “Tetapi, memang anda akui bahwa anda belum detail dan masuk ke hal-hal yang umum seperti tadi, ya? … Dan merasa tidak penting untuk diketahui? (oleh karena itu belum mendalaminya secara serius)”
    Rhoma: “Maka itu, tadi saya katakan bahwa ini masih wacana … Masih wacana …”
  • Najwa: “Masih wacana, tetapi anda mengatakan sudah siap untuk digadang-gadang. Berarti anda yakin akan bisa (menjadi presiden)?”
  • Rhoma: “Saya rasa presiden itu punya think tank, punya kabinet, punya brain trust. Untuk bisa memecahkan berbagai masalah.”
  • Najwa: “Tapi, harus dipastikan juga bahwa presiden tidak dikelabui anak buahnya.”
  • Rhoma: “Yes, tentu saja.  Yang penting presiden itu punya misi, visi dan konsep yang jelas untuk mengelola negara ini dari berbagai aspek.


Selesai “menguji” pengetahuan umum Rhoma Irama, Najwa beralih ke soal konsekuensi seseorang menjadi presiden. Antara lain siap “dikuliti”,  siap “ditelanjangi”, siap dibicarakan soal-soal pribadinya, bagaimana track record-nya diukur,  dan sebagainya.

  • Apakah anda siap untuk itu?” Tanya Najwa.
    “Siap,” jawab Rhoma, “Itu hal yang biasa. Hukum alam …”
  • Najwa:  “Jadi, tidak apa-apa juga, kalau misalnya, saya bertanya hal-hal yang bersifat pribadi dari Abang, sekarang?”
    “Silakan!”
  • Najwa “Abang berpoligami?”
    Airmuka Rhoma sejenak berubah, terdiam sesaat, kemudian dengan tersenyum sinis, dia menjawab, “Mmmm… Saya rasa ini bukan untuk konsumsi publik, dan anda mengerti itu.”
  • Najwa: “Tadi, kan konteksnya sudah siap dikuliti hal-hal yang memang kaitannya kalau menjadi pejabat publik. Anda keberatan menjawab itu?”
    “Nggak juga, sih. Tapi publik kan tahu siapa saya?”
  • “Berarti anda memang berpoligami …”
    “Kalau anda menanyakan itu, berarti anda nggak mengerti tentang saya!” Seru Rhoma sambil menunjuk-nunjuk Najwa.
  • “Oke, sikap anda kemudian sudah bisa dipahami.”

Mungkin karena merasakan hampir semua perntanyaannya dijawab oleh Rhoma Irama seperti jawaban murid SMP, atau bahkan SD, Najwa pun menanyakan, skill apa yang dimiliki oleh Rhoma Irama selain musik dan berkhotbah.

Dibandingkan dengan pertanyaan tentang poligami, yang membuatnya tersinggung itu, seharusnya pertanyaan ini lebih patut membuat Rhoma tersinggung. Tetapi, ternyata tidak. Dengan mantap Rhoma menjawab bahwa dia ini sebetulnya dulu pernah kuliah di (Fakultas) Sosial Politik, — entah di perguruan tinggi mana, tidak disebutkan. Tetapi, dengan terus terang, dia bilang, “Saya dulu itu mahasiswa drop out.”

Namun demikian, kata Rhoma, ketertarikannya dengan dunia politik itu sangat kuat. Terbukti dari kiprahnya di dunia ini mulai di tahun 1977 sampai dengan 1997. Sampai masuk Senayan (maksudnya ketika menjadi anggota DPR dari Golkar).

Lepas dari semua dialog antara Najwa dengan Rhoma itu, ada satu hal yang sebenarnya menjadi pertanyaan di dalam hati saya, kenapa kok kali ini Rhoma Irama tampil dengan berkacamata hitam? Kenapa di sepanjang acara Mata Najwa itu Rhoma Irama terus berkaca mata hitam? Apakah dia sedang sakit mata? Rasanya, kurang sopan kalau orang tampil di momen seperti ini, tampil di depan umum, disiarkan televisi, berbicara dengan orang, tidak melepaskan kacamata hitamnya.






sumber http://www.indonesiamedia.com/2012/12/03/rhoma-irama-mendadak-capres-dagelan-di-mata-najwa-video/